Instruksi kerja adalah pedoman yang telah dibakukan di suatu laboratorium dan digunakan oleh personil laboratorium dalam melaksanakan suatu pekerjaan secara benar sejak awal. Instruksi kerja menguraikan kegiatan operasional laboratorium dari salah satu prosedur yang bersifat teknis. Dengan kata lain, instruksi kerja merupakan suatu petunjuk yang detail atau rinci tentang bagaimana suatu proses atau prosedur dilaksanakan. Dengan demikian, tujuan dari instrusi kerja adalah sebagai pelengkap prosedur serta dapat membantu dalam proses pengendalian. Adapun bentuk instruksi kerja bisa berupa bagan alir, gambar, atau uraian tentang suatu kegiatan dan lain sebagainya.

Instruksi kerja dapat dibuat oleh personil laboratorium yang setiap hari melaksanakan kegiatan operasional yang bersangkutan, namun perlu bimbingan oleh atasan langsungnya. Hal ini disebabkan, tidak semua pelaksana suatu kegiatan operasional laboratorium mengetahui pelaksanaan yang baik dan benar. Mereka hanya melaksanakan berdasarkan pengalaman yang terbatas, sehingga bimbingan atasan langsung atau penyelia sangat diperlukan dalam penulisan secara benar.

Penulisan instruksi kerja yang baik meliputi, antara lain:
a) berisi tahapan kegiatan selangkah demi selangkah;
b) berisi penjelasan secara rinci setiap langkah beserta peralatan, dokumen penunjang dan lain-lain yang diperlukan;
c) sudah diuji coba untuk diterapkan.

Adapun unsur-unsur dalam penulisan instruksi kerja sebagaimana penulisan prosedur, yaitu sekurang-kurangnya berisi:
1) Tujuan
Memberikan gambaran atau informasi serta alasan dibuatnya instruksi kerja terkait;
2) Ruang lingkup
Menyebutkan penerapan, kegunaan dan pada bagian mana instruksi kerja harus dimplementasikan;
3) Acuan
Menyebutkan daftar referensi yang digunakan dalam instruksi kerja yang bersangkutan;
4) Definisi
Memberikan batasan istilah dan mendefinisikan kata-kata yang penting dalam instruksi kerja, jika diperlukan;
5) Tanggung jawab
Menyebutkan fungsi jabatan dalam posisi organisasi yang bertanggung jawab menerapkan instruksi kerja;
6) Tahapan
Menyebutkan tahap demi tahap secara detail tentang siapa, apa, kapan dan dimana segala aspek dalam instruksi kerja yang terkait dalam kegiatan operasional laboratorium dengan cara sistematis;
7) Rekaman
Menjabarkan segala sesuatu kegiatan yang harus direkam berkaitan dengan penerapan instruksi kerja yang bersangkutan termasuk waktu simpan rekaman serta personil yang harus memusnahkannya;
8) Lampiran
Menjabarkan sistem pemeliharaan instruksi kerja yang disimpan dalam bentuk elektronik atau cetakan serta contoh-contoh formulir atau dokumen pendukung terkait yang harus diacu.

Sumber :
https://www.infolabling.com

“bagaimana cara menentukan toleransi alat jika alat tersebut benar2 baru dan baru akan dikalibrasi?”

Sebelum membahas “bagaimana menentukan toleransi alat ukur”, kita bahas dulu makna “toleransi”.

Tolerate yang menjadi akar kata tolerance (toleransi), oleh New Oxford American Dictionary diartikan kira-kira “mampu menanggung sesuatu (yang buruk) tanpa efek buruk”. Kalau diartikan lebih bebas, toleransi berarti: kemampuan menerima suatu penyimpangan (dari kondisi ideal) tanpa terjadinya efek yang buruk.

Dalam dunia industri, toleransi merupakan bagian dari spesifikasi suatu produk. Dalam konteks ini, toleransi dapat diartikan “besarnya perbedaan antara kondisi aktual dibandingkan kondisi ideal, sejauh bahwa perbedaan tersebut tidak sampai mengakibatkan kegagalan fungsi maupun penurunan fungsi yang signifikan”. Misalkan sebuah komponen mesin mempunyai spesifikasi ukuran 90 mm dengan toleransi ±0,1 mm. Ini berarti bahwa komponen tersebut masih dapat berfungsi dengan baik asalkan ukurannya di antara 89,9 mm dan 90,1 mm.

Setelah melalui proses produksi, hasil yang diharapkan adalah suatu produk yang memiliki ukuran atau sifat-sifat lain sesuai spesifikasi dan toleransi yang telah ditetapkan. Karena itu dilakukan pengujian mutu terhadap produk tersebut, dengan cara melakukan pengukuran. Hasil pengukuran dibandingkan dengan spesifikasi tadi. Jika hasil pengukuran menunjukkan bahwa produk tersebut mempunyai ukuran sesuai dengan spesifikasi, maka produk tersebut dinyatakan “sesuai dengan spesifikasi”.

Di dalam proses pengukuran tadi, terdapat sumber-sumber ketidakpastian pengukuran, sehingga hasil pengukuran pun mempunyai nilai ketidakpastian pengukuran. Maka dalam paradigma terbaru, penilaian kesesuaian (conformity assessment) harus memperhitungkan nilai ketidakpastian dan nilai pengukuran. Suatu produk baru dapat dikatakan “sesuai dengan spesifikasi” jika memenuhi ketentuan:

E + U ≤ T

dengan:

  • E = penyimpangan dari spesifikasi (absolut)
  • U = nilai ketidakpastian pengukuran (pada tingkat kepercayaan 95 persen)
  • T = toleransi untuk produk tersebut (absolut)

Dengan kata lain, nilai ketidakpastian pengukuran harus lebih kecil daripada toleransi yang diberikan untuk produk yang diukur. Idealnya nilai ketidakpastian pengukuran besarnya sepersepuluh dari toleransi, atau dalam kondisi terburuk, nilai ketidakpastian pengukuran diharapkan tidak lebih dari sepertiga toleransi.

Uraian di atas menunjukkan bahwa “toleransi” berkaitan dengan produk yang diukur, bukan dengan alat ukurnya. Untuk alat ukur, VIM (kosakata metrologi internasional) 2008 memberikan istilah maximum permissible error (MPE). Antara MPE dan toleransi memang ada kesamaan makna, tetapi dianjurkan untuk tidak dicampuraduk.

Kembali ke proses di atas, maka seharusnya urutan yang benar adalah:

  • spesifikasi dan toleransi (T1) untuk sebuah produk ditetapkan;
  • pengukuran terhadap produk tersebut dilakukan dengan sistem pengukuran yang mempunyai ketidakpastian pengukuran (U1) cukup kecil dibandingkan toleransi T1;
  • alat ukur yang dipakai dalam sistem pengukuran tersebut dikalibrasi menggunakan sistem kalibrasi yang dapat memberikan nilai ketidakpastian pengukuran (U2) lebih kecil daripada U1;
  • dan seterusnya.

Jadi, pada saat kita akan mengalibrasi alat ukur, harus sudah jelas dulu berapa MPE (bukan toleransi) untuk alat ukur tersebut. Baru kita mengevaluasi ketidakpastian pengukuran dari kalibrasi tersebut, supaya kita bisa menilai apakah ketidakpastian pengukuran tersebut memadai (cukup kecil) dibandingkan MPE-nya.

Ibaratnya, kalau mau mengemudikan sebuah kendaraan, tentukan dulu tujuannya! Jangan mulai menjalankan kendaraan kalau kita belum tahu ke mana tujuannya. “Toleransi objek ukur” adalah tujuan yang ingin dicapai; pengukuran atau kalibrasi alat ukur dan evaluasi ketidakpastian adalah cara untuk mencapai tujuan tersebut.

Sumber :

http://u.lipi.go.id/1319419519

 

  1. Simpan anak timbangan pada kemasan aslinya (jika tersedia).
    Umumnya anak timbangan dikemas dari pabrik menggunakan kotak yang dirancang untuk menjaga kondisi anak timbangan agar tetap baik. Jauhkan dari debu dan kelembaban yang tinggi.
  2. Hindari memegang anak timbangan dengan tangan secara langsung
    Keringat dan zat lain yang menempel di tangan dapat menimbulkan korosi pada anak timbangan. Sebaiknya gunakan sarung tangan yang halus atau alat bantu yang sesuai (pinset non magnetik
  3. Perlakukan dengan hati-hati. Hindari terjadinya goresan pada anak timbangan.
    Goresan-goresan pada anak timbangan lambat laun dapat membuatnya keluar dari spesifikasi yang ditetapkan. Misal ketika baru dibeli, anak timbangan masih masuk spesifikasi kelas E2. Namun karena penggunaan yang tidak hati-hati , bisa saja nilainya tidak sesuai dengan spesifikasi kelas E2 lagi.
  4. Bersihkan dengan kuas dan kain yang halus.
    Bersamaan dengan proses pembersihan, secara berkala, periksa kondisi anak timbangan apakah terdapat karat, jejak telapak tangan ataupun goresan. Gunakan kaca pembesar jika diperlukan untuk melakukan pengamatan
  5. Jangan membersihkan anak timbangan menggunakan cairan kimia yang keras
    Sebelum kalibrasi, debu dan partikel pengotor harus dibersihkan dengan hati-hati jangan sampai mengubah sifat permukaan dari massa standar. Jika ada kotoran yang sulit dibersihkan maka gunakan alkohol, air destilasi atau solven lainya. Setelah pembersihan harus di stabilkan dalam waktu tertentu. Cairan pembersih yang keras dapat mengikis lapisan luar anak timbangan sehingga nilai massa-nya dapat berkurang dari spesifikasi yang seharusnya.

6. Lakukan kalibrasi anak timbangan secara berkala pada lab. kalibrasi yg terakreditasi
Pastikan laboratorium kalibrasi yang akan melakukan kalibrasi anak timbangan Anda benar-benar kompeten dengan bukti akreditasi dari Komite Akreditasi Nasional (KAN).

      

 

 Sumber :

https://almeganews.wordpress.com